Surak ibra adalah seni pertunjukkan rakyat khas daerah Garut. Menurut tuturan sebagian seniman, awalnya surak ibra dikenal sebagai seni boyongan atau boboyongan. Dalam boyongan ditampilkan seorang tokoh pendekar silat karismatik bernama Bapak Ibra. Konon sebagai penghormatan kepada Bapak Ibra, seni Boboyongan oleh masyarakat setempat diberi nama surak ibra. Sekitar 1910 seorang tokoh masyarakat Bapak Eson mengembangkan seni boyongan tersebut dan menyebutnya Surak Eson. Tetapi setelah Bapak Eson Meninggal masyarakat kembali mengenal seni boboyongan ini dengan sebutan surak ibra. sebagai seni luhung peninggalan karuhun kasepuhan Cinunuk, Garut. Surak Ibra sangat dilindungi dan dilestarikan oleh putera-puteri daerahnya, antara lain organisasi kemasyarakatan Himpunan Dalem Emas (HDE),yang berdiri pada tanggal 30 Mei 1910. Organisasi ini ikut andil ngamumule Surak Ibra. Namun setelah HDE bubar pada tahun 1948, pengelolaan seni ini dilanjutkan oleh aparat desa setempat hingga sekarang.
Pada masa lalu surak ibra dipertunjukan pada acara-acara pesta raja-raja di Garut dimana para dalem (Bupati) Garut mengadakan hajatan. Dalam perkembangannya kemudian surak ibra banyak ditampilkan dalam upacara hari-hari besar, khususnya Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Seni pertunjukkan khas garut yang memiliki sifat fleksibel sehingga berpotensi seni kemas kolosal ini pernah memukau ribuan penonton dalam perhelaan akbar empat tahun sekali Pasar Seni ITB. Waktu itu para pemain berhasil mengusung patung Ganesha (Dewa Ilmu Pengetahuan yang berbentuk gajah sedang bersila, lambang ITB).
Pertunjukkan surak ibra diawali dengan kemunculan sejumlah pemuda berpakaian silat hitam-hitam yang membawa obor dengan formasi berbanjar sambil memainkan gerakan-gerakan silat. Kemudian disusul oleh rombongan penari surak ibra berjumlah 30-60 orang, yang memakai kostum pesilat yang berwarna kuning dan merah. Rombongan ini bergerak dengan penuh semangat dan menampilkan juga gerakan-gerakan silat. Kemudian atas komando seorang pemimpin, musik pengiring ditabuh secara serempak didirngi dengan sorak-sorai meriah (eak-eakan; Bahasa Sunda). Setelah itu mereka melakukan formasi tertentu dengan gerakan pencak silat. Pada saat mereka membuat formasi lingkaran, salah seorang masuk ke formasi tersebut dan akan bertindak sebagai tokoh yang akan diboyong. Ketika lingkaran semakin menyempit, tadi diangkat oleh penari surak ibra. Ia pasrah diangkat naik-turun sambil diiringi musik dan sorak -soarai yang semakin meriah. Setelah atraksi surak ibra yang memukau usai, para pemain kembali ke formasi.
Musik pengiring surak ibra secara umum sama dengan pengiring kendang pencak silat, hanyta ditambah angklung dan dogdog sebagai pelengkap. Lagu-lagu pencak silat sering dipakai untuk mengiringi surak ibra, seperti Golempang, Padungdung dan lain-lain.
Makna yang tekandung dalam pertunjukkan surak ibra adalah makna syukuran karena masyarakat sebagai komunitas biasanya memiliki cara syukuran tersendiri yang diwariskan oleh perintis atau nenek moyangnya.
0 Comments
Berkomentarlah secara wajar !!