Nabi SAW bersabda :
Artinya: "Kawinkanlah putra-putri kalian. Ditanyakan,'Ya Rasulullah, ini putra-putri kami yang telah kami kawinkan lantas bagaimana dengan putri-putri kami?' Nabi SAW bersabda,'Hiasilah mereka dengan emas dan perak, baguskanlah pakaian mereka dan berilah mereka dengan pemberian yang baik-baik agar para pemuda mencintai mereka."
Sahabat Mu'adz bin Jabal berkata :
Artrinya: "Shalat orang yang sudah menikah lebih utama daripada empat puluh rakaat orang yang belum menikah."
Sahabat Abdullah bin Abbas ra. berkata :
Artinya: "Kawinkanlah kalian, karena sehari bagi orang yang sudah kawin lebih baik daripada ibadah seribu tahun."
Beliau ra. juga berkata kepada para bujangan :
Artinya: "Kawinlah kamu, karena sesungguhnya sebaik-baik umat ini (umat Muhammad) ialah umat yang paling banyak wanitanya."
Sahabat Ibnu Mas'ud dalam keadaan sakit tipes berkata :
Artinya: "Kawinkanlah aku, karena sesungguhnya aku tidak senang jika menghadap Allah SWT dalam keadaan membujang."
Sufyan Ats-Tsauri bertanya kepada seorang laki-laki :
Artinya: "Apakah kamu sudah kawin? Laki-laki itu menjawab, 'belum'. Beliau ra. berkata,'Aku tidak tahu apakah kamu termasuk orang sehat atau tidak."
Atinya: "Diceritakan, Bahwa ada seorang ahli ibadah yang selalu berbuat baik kepada istrinya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang suami. hal itu berlangsung sampai istrinya wafat, meninggalkannya sebatang kara. Karena pertimbangan-pertimbangan lain atau karena rasa cinta dan kasih sayangnnya kepada istrinya yang telah tiada, dia memutuskan untuk tidak kawin lagi. Ketika ditawari kawin, dia pun berkata,'Hidup sebatang kara seperti saat ini, hati saya terasa lebih tenang dan tentram, dismping dapat lebih membulatkan tekad keinginan untuk berbuat sesuatu'. Selang beberapa hari kemudian dia berkata,'Pada suatu malam aku bermimpi yaitu setelah berlalu satu jum'at dari kematian istrinya-seolah-olah pintu-pintu langit terbuka dan turunlah beberapa orang laki-laki berjalan diangkasa berbaris-baris beriringan yang satu dibelakang yang lain. Seketika ada salah seorang yang turun menghampiri saya dan disusul dari belakangnya oleh yang lain. Kemudian dia berkata kepada orang yang ada dibelakangnya,'Inilah orang yang tercela itu'. Yang lain menjawab 'Ya benar'. Yang ketiga juga menjawab seperti itu. Yang keempat juga menjawab,'Ya benar apa yang kamu katakan'. Maka saya merasa takut dan tidak berani bertanya kepada mereka, hingga saya bertemu dengan yang lain lagi-dia adalah anak muda belia-, sehingga saya berani bertanya lagi 'Kenapa begitu?' Pemuda itu menjawab,'Kami diperintahkan untuk mengangkat amal tuan bersama para pejuang yang menegakkan agama Allah SAW. Dan setelah lewat satu jum'at ini kami diperintahkan untuk melepas dan meletakkan amal tuan bersama amal-amal orang yang masih tertinggal. Dan saya tidak tahu apa yang harus diperbaiki'. Kemudian ahli ibadah itu berkata kepada teman-temannya,'Hai kawan-kawan, kawinkanlah saya'. Maka setelah peristiwa itu dia tidak pernah lepas dari layanan dua atau tiga orang istri."
Catatan :
Imam Qurthubi dalam bab Nikah, yang merupakan syarah atas kitab nikah karangan Imam Muslim, berkata,"Keterangan yang menunjukkan tentang keutamaan nikah terdapat dalam beberapa hadits. Itu merupakan salah satu dari dua pendapat. Pendapat tersebut disampaikan pada masa masih banyaknya wanita yang mampu membantu dalam masalah agama dan dunia serta dapat mencurahkan kasih sayang kepada anak-anak."
Adapun pada masa sekarang, maka sudah sepatutnya kita berlindung kepada Allah SAW dari setiap godaan setan dan para wanita. Demi Allah, tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Dia, sesungguhnya sekarang ini membujang dan menyendiri (sebatang kara) telah halal, bahkan sudah nyata sekali alasan untuk lari dari wanita. Tiada daya dan kekuatan untuk taat kepada Allah SAW, kecuali atas pertolongan-Nya.
Didalam kitab Awarifil Ma'arif, karangan As-Sahrawardi, terdapat keterangan atas kehalalan menyendiri, yaitu hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas'ud ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: "Sesungguhnya akan datang atas manusia suatu masa dimana orang tidak dapat menyelamatkan agamanya, kecuali orang yang selalu berpindah dari satu desa ke desa yang lain, dari satu gunung ke gunung yang lain, sebagaimana halnya rebah yang lari dari incaran musuh. Para sahabat bertanya,'Kapankah masa itu akan tiba, ya Rasulullah?' Beliau menjawab (dengan sabdanya), 'Tatkala kebutuhan hidup tidak bisa diperoleh, kecuali dengan jalan maksiat kepada Allah SWT. Apabilademikian, maka membujang halal'. Para sahabat bertanya,'Kenapa begitu?' Nabi menjawab,'Sesungguhnya apabila keadaan sudah demikian, maka kehancuran seseorang ada ditangan kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya telah tiada, maka kehancuran ada ditangan istri dan anak-anaknya. Apabila istri dan anak-anaknya telah tiada, maka kerusakan ada di tangan familinya'. Para sahabat bertanya lagi,'Kenapa terjadi seperti itu ya Rasulullah?' Rasulullah menjawab,'Banyak orang yang menghinanya lantaran mata pencaharian yang sempit, kemudian memaksa dirinya untuk melakukan sesuatu diluar batas kemampuannya, sehingga mereka (terjerumus) ke tempat-tempat kehancuran'."
Di dalam kitab yang sama juga ada keterangan berupa hadits :
Artinya: "Akan datan pada manusia suatu zaman, dimana kehancuran seseorang ada ditangan istri, kedua orang tua, dan anak-anaknya. Hal itu terjadi karena berbagai hinaan orang kepadanya atas kefakirannya, kemudian mereka memaksanya untuk melakukan sesuatu diluar batas kemampuannya , hingga dia memasuki tempat-tempat yang didalamnya dia rela melepas agamanya, maka hancurlah dia."
Artinya: "Kawinkanlah putra-putri kalian. Ditanyakan,'Ya Rasulullah, ini putra-putri kami yang telah kami kawinkan lantas bagaimana dengan putri-putri kami?' Nabi SAW bersabda,'Hiasilah mereka dengan emas dan perak, baguskanlah pakaian mereka dan berilah mereka dengan pemberian yang baik-baik agar para pemuda mencintai mereka."
Sahabat Mu'adz bin Jabal berkata :
Artrinya: "Shalat orang yang sudah menikah lebih utama daripada empat puluh rakaat orang yang belum menikah."
Sahabat Abdullah bin Abbas ra. berkata :
Artinya: "Kawinkanlah kalian, karena sehari bagi orang yang sudah kawin lebih baik daripada ibadah seribu tahun."
Beliau ra. juga berkata kepada para bujangan :
Artinya: "Kawinlah kamu, karena sesungguhnya sebaik-baik umat ini (umat Muhammad) ialah umat yang paling banyak wanitanya."
Sahabat Ibnu Mas'ud dalam keadaan sakit tipes berkata :
Artinya: "Kawinkanlah aku, karena sesungguhnya aku tidak senang jika menghadap Allah SWT dalam keadaan membujang."
Sufyan Ats-Tsauri bertanya kepada seorang laki-laki :
Artinya: "Apakah kamu sudah kawin? Laki-laki itu menjawab, 'belum'. Beliau ra. berkata,'Aku tidak tahu apakah kamu termasuk orang sehat atau tidak."
Atinya: "Diceritakan, Bahwa ada seorang ahli ibadah yang selalu berbuat baik kepada istrinya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang suami. hal itu berlangsung sampai istrinya wafat, meninggalkannya sebatang kara. Karena pertimbangan-pertimbangan lain atau karena rasa cinta dan kasih sayangnnya kepada istrinya yang telah tiada, dia memutuskan untuk tidak kawin lagi. Ketika ditawari kawin, dia pun berkata,'Hidup sebatang kara seperti saat ini, hati saya terasa lebih tenang dan tentram, dismping dapat lebih membulatkan tekad keinginan untuk berbuat sesuatu'. Selang beberapa hari kemudian dia berkata,'Pada suatu malam aku bermimpi yaitu setelah berlalu satu jum'at dari kematian istrinya-seolah-olah pintu-pintu langit terbuka dan turunlah beberapa orang laki-laki berjalan diangkasa berbaris-baris beriringan yang satu dibelakang yang lain. Seketika ada salah seorang yang turun menghampiri saya dan disusul dari belakangnya oleh yang lain. Kemudian dia berkata kepada orang yang ada dibelakangnya,'Inilah orang yang tercela itu'. Yang lain menjawab 'Ya benar'. Yang ketiga juga menjawab seperti itu. Yang keempat juga menjawab,'Ya benar apa yang kamu katakan'. Maka saya merasa takut dan tidak berani bertanya kepada mereka, hingga saya bertemu dengan yang lain lagi-dia adalah anak muda belia-, sehingga saya berani bertanya lagi 'Kenapa begitu?' Pemuda itu menjawab,'Kami diperintahkan untuk mengangkat amal tuan bersama para pejuang yang menegakkan agama Allah SAW. Dan setelah lewat satu jum'at ini kami diperintahkan untuk melepas dan meletakkan amal tuan bersama amal-amal orang yang masih tertinggal. Dan saya tidak tahu apa yang harus diperbaiki'. Kemudian ahli ibadah itu berkata kepada teman-temannya,'Hai kawan-kawan, kawinkanlah saya'. Maka setelah peristiwa itu dia tidak pernah lepas dari layanan dua atau tiga orang istri."
Catatan :
Imam Qurthubi dalam bab Nikah, yang merupakan syarah atas kitab nikah karangan Imam Muslim, berkata,"Keterangan yang menunjukkan tentang keutamaan nikah terdapat dalam beberapa hadits. Itu merupakan salah satu dari dua pendapat. Pendapat tersebut disampaikan pada masa masih banyaknya wanita yang mampu membantu dalam masalah agama dan dunia serta dapat mencurahkan kasih sayang kepada anak-anak."
Adapun pada masa sekarang, maka sudah sepatutnya kita berlindung kepada Allah SAW dari setiap godaan setan dan para wanita. Demi Allah, tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Dia, sesungguhnya sekarang ini membujang dan menyendiri (sebatang kara) telah halal, bahkan sudah nyata sekali alasan untuk lari dari wanita. Tiada daya dan kekuatan untuk taat kepada Allah SAW, kecuali atas pertolongan-Nya.
Didalam kitab Awarifil Ma'arif, karangan As-Sahrawardi, terdapat keterangan atas kehalalan menyendiri, yaitu hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas'ud ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: "Sesungguhnya akan datang atas manusia suatu masa dimana orang tidak dapat menyelamatkan agamanya, kecuali orang yang selalu berpindah dari satu desa ke desa yang lain, dari satu gunung ke gunung yang lain, sebagaimana halnya rebah yang lari dari incaran musuh. Para sahabat bertanya,'Kapankah masa itu akan tiba, ya Rasulullah?' Beliau menjawab (dengan sabdanya), 'Tatkala kebutuhan hidup tidak bisa diperoleh, kecuali dengan jalan maksiat kepada Allah SWT. Apabilademikian, maka membujang halal'. Para sahabat bertanya,'Kenapa begitu?' Nabi menjawab,'Sesungguhnya apabila keadaan sudah demikian, maka kehancuran seseorang ada ditangan kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya telah tiada, maka kehancuran ada ditangan istri dan anak-anaknya. Apabila istri dan anak-anaknya telah tiada, maka kerusakan ada di tangan familinya'. Para sahabat bertanya lagi,'Kenapa terjadi seperti itu ya Rasulullah?' Rasulullah menjawab,'Banyak orang yang menghinanya lantaran mata pencaharian yang sempit, kemudian memaksa dirinya untuk melakukan sesuatu diluar batas kemampuannya, sehingga mereka (terjerumus) ke tempat-tempat kehancuran'."
Di dalam kitab yang sama juga ada keterangan berupa hadits :
Artinya: "Akan datan pada manusia suatu zaman, dimana kehancuran seseorang ada ditangan istri, kedua orang tua, dan anak-anaknya. Hal itu terjadi karena berbagai hinaan orang kepadanya atas kefakirannya, kemudian mereka memaksanya untuk melakukan sesuatu diluar batas kemampuannya , hingga dia memasuki tempat-tempat yang didalamnya dia rela melepas agamanya, maka hancurlah dia."
0 Comments
Berkomentarlah secara wajar !!